Ud ya shalahaddin, ayna anta ya amirul mu’minin
(Kembalilah wahai Shalahuddin,
dimanakah gerangan dirimu berada, wahai amirul mukminin)
“Orang
Palestina Memang kuat, dengan iman memenuhi dada mereka. Dan yang pasti mereka
tidak akan menunggumu, menunggu kepengecutanmu”
Kemerdekaan adalah hak segala bangsa, hak asasi seluruh
manusia di muka bumi. Namun sampai detik ini masih ada negeri yang mengalami
ganasnya penjajahan yaitu Palestina. Lebih dari itu di tanah yang mulia, tanahnya
para nabi sedang berlangsung pembantaian
dengan sangat brutal.
Ketika para pejuang mengangkat senjata untuk mengusir
penjajah. Penulis mengangkat penanya berteriak kepada dunia, untuk memberitahukan
apa yang sedang terjadi di negerinya dengan segala kisah dan romantikanya.
Itulah yang dilakukan Jehad Rajby, novelis besar Palestina,
melalui novelnya yang berjudul Children of Roses menghadirkan kisah pergulatan cita
dan cinta di Jalur Gaza.
Children Of Roses
Judul Buku : Children Of Roses (Lan Amuta Suda) | Penulis : Jehad Rajby |Penerjemah : Ibnu
Mahrus| Penerbit : edelweis | Tahun Terbit : 2009 | Jumlah halaman : 240
halaman | ISBN : 9789791704175 |
Wail adalah anak ketiga dari lima bersaudara, sebagaimana
anak-anak lainnya di Jalur Gaza ia sangat akrab dengan berbagai kepedihan hidup
akibat penjajahan. Ayahnya telah syahid saat ia masih kecil, begitupun dengan
kakak pertamanya yang bernama Amir. Sedangkan kakak laki-laki keduanya, Khuzaifah, berada di dalam tahanan
Israel.
Jadi ia hidup bersama ibu dan kedua adik kecilnya yaitu Ali dan Hayat. Beruntung Wail masih mempunyai seorang kakek yang sangat mencintainya.
Menurut
kakeknya, Wail harus mendapatkan porsi perhatian yang lebih besar dibandingkan
dengan saudara-saudaranya yang lain. Karena anak itu kerap mengajukan
pertanyaan yang "tidak biasa" misalnya tentang keberadaan Allah, apakah boleh berteman dengan Yahudi dan
pertanyaan-pertanyaan lain yang sering membuat kakeknya khawatir.
Orang Palestina Tidak Jahat
Takdir mempertemukan Jean dengan Wail, ketika anak New York
itu sedang berkunjung ke Jalur Gaza. Namanya juga turis pasti senang dong
mengabadikan setiap objek yang dijumpainya. Wail adalah salah satu yang menjadi
objek kamera gadis itu.
Kemolekan wajah Jean dengan rambut pirangnya, beberapa saat
membuat pemuda Gaza itu terpana sebelum terjadi penembakan oleh serdadu Israel
yang memicu kerusuhan. Anak-anak Gaza dengan tangan kecilnya berusaha melawan
dengan melemparkan batu ke arah para serdadu.
Dengan tanpa belas kasihan, dua orang anak dikejar dengan
menggunakan Jip hampir terlindas seandainya Jean tidak berusaha
menyelamatkannya. Tetapi tindakan heroiknya itu menyebabkan tangan serta kakinya
terkilir dan memar dibeberapa bagian tubuhnya.
Ketika perhatian para serdadu teralihkan dengan perlawanan
penduduk, Wail menyelamatkan Jean dan membawanya ke rumah sakit. Jean sangat
terkesan dengan tindakan Wail, sehingga menghapus stigma dari semua informasi yang
didapatnya yang menggambarkan bahwa orang Palestina itu teroris yang jahat.
Mendengar cerita tentang Wail dari dokter yang merawatnya,
membuat Jean ingin membawa pemuda Gaza itu ke New York untuk mengobati
penyakitnya dan memberikan kehidupan yang lebih baik.
Aku Bukan Penghianat
Itu yang dikatakan Wail berulang kali kepada ibu dan Ali saat ia berpamitan akan pergi ke Amerika. Duh pas ini dialognya sedih banget. Ibunya sangat terluka dan merasa dikhianati, sampai mengatakan“Alangkah baik jika aku mati sebelum melahirkan mu, Wail”.
Saya tuh jadi ingat, kata psikolog antara cinta dan benci
itu sangat tipis batasnya. Jadi ngebayangin bagaimana hancurnya hati ibu Wail,
melihat anaknya harus meninggalkan tanah air dengan alasan untuk pengobatan dan
ingin meraih cita-cita. Pada saat anak-anak Palestina lain berjuang dengan batu
(Intifadah) untuk mempertahankan kesempatan hidupnya, sekaligus berlomba meraih
syahid di jalan Allah.
Pedih…..
Berdialog Mengajak Berpikir
Children of Roses ini melalui dialog-dialog panjangnya
mengajak pembacanya berpikir tentang makna kehidupan, kesetiaan dan perang
batin yang luar biasa. Selain itu penulis juga menerangkan tentang keindahan
ajaran Islam tentang kedudukan kaum perempuan dan poligami tanpa ada kesan
mengajari pembaca.
Children of Roses menghadirkan kisah kehidupan Wail dengan menggunakan
plot sandwich alias alur maju mundur cantik. Tidak diceritakan secara runut
tetapi memotret spot-spot kehidupan Wail berupa kenangan yang berkecamuk saat perang
batin sedang berkecamuk.
Tetapi disitulah menariknya, bikin penasaran banget. Kenapa
sih Wail seperti itu? Apa yang menyebabkannya? Jadikah dia pergi ke Amerika? Terus novel ini enggak seberapa tebal cuma beberapa jam aja Eh….tahu-tahu sudah tamat
aja.
No comments:
Post a Comment
Komentar anda merupakan sebuah kehormatan untuk penulis.