Re Reading
Teman-teman boleh kepo dikit nggak?
Apakah kalian suka membaca ulang sebuah buku?
Kalau saya, diantara sekian banyak
buku yang dikoleksi hanya beberapa buku yang kubaca ulang, di antaranya Snow
karya Orhan Pamuk. Novel ini terbitan lama, jadi tidak heran buku bersampul biru muda ini rasanya sudah lebih
dari sepuluh tahun menghuni rak bukuku. Menjadi salah satu benda yang ikut
boyongan saat kami harus pindah antar pulau.
Pengen tahu atau pengen tahu banget?
Kenapa ku baca ulang buku ini?
Ceritanya begini, suatu hari (biar
kayak lagi dongeng wkwkwk) ada seorang teman yang mengunggah resensi buku ini
di facebook dengan judul Salju. Setelah
membaca postingan tersebut, aku jadi bertanya “Kok ceritanya mirip dengan buku
Snow?, apakah buku yang sama?”.
Daripada salah sangka, aku nanya
dong di kolom komentar pada dokter cantik pemilik akun tersebut. Setelah
berbalas komentar singkat, kami sama-sama geli. Ternyata itu adalah buku yang
sama cuma beda tahun terbitnya aja, punyaku lebih senior dong (kayak orangnya
hahaha).
Terus Qadarullah di media
sosial yang lain, sebuah penerbit buku sedang mengadakan voting
pemilihan cover buku yang akan mereka terbitkan dengan judul My Name
is Red karangan Orhan Pamuk. Voting tersebut disertai dengan caption
yang menarasikan bahwa tulisan peraih nobel sastra berkewarganegaraan Turkiye
itu bla bla bla ….intinya sih keren banget.
Unggahan tersebut semakin membuat aku nambah penasaran ingin menikmati lagi tulisannya Orhan Pamuk. Setelah
ditimbang-timbang, biar tidak pakai lama dan lebih hemat. Mending re reading buku Orhan Pamuk
yang ada aja deh daripada beli yang baru. Aku sudah lupa juga kok detail
ceritanya seperti apa, karena saking lamanya.
Judul Buku : Snow (kar) | Penulis :
Orhan Pamuk | Pengalih Bahasa : Berliani M. Nugrahani | Penerbit : Pt. Serambi
Ilmu Semesta | Tahun Terbit : 2008, April Cetakan I | Jumlah Halaman : 731
Halaman |
Dibalik Keheningan Salju
Snow atau Kar dalam bahasa Turkinya
berkisah tentang seorang seniman yang bernama Kerim Alakusoglu. Namun penyair
berambut coklat dan berkulit pucat ini tidak pernah menyukai namanya dan lebih
senang dipanggil Ka. Ia terlahir
dari keluarga elit Turki yang lahir dan besar di Istanbul.
Walaupun Ka tidak pernah
benar-benar menjadi seorang aktivis, akibat keadaan sosial politik di
negerinya. Pria lajang berumur 42 tahun ini harus meninggalkan kota yang pernah
disebut oleh Napoleon Bonaparte sebagai pusat dunia itu.
Setelah menjalani masa pengasingan selama
12 tahun sebagai eksil politik di Jerman, untuk pertama kalinya Ka kembali ke
tanah air untuk menghadiri pemakaman sang ibunda tercinta. Namun tidak lama ia
tinggal disana, hanya dua pekan pria itu menghabiskan hari untuk berkumpul
bersama keluarga.
Ka memutuskan untuk mengunjungi sebuah
kota di wilayah Timur Turki yang berbatasan dengan Rusia, dengan menggunakan
bis yang berangkat dari Erzurum di tengah
guyuran salju. Berbekal kartu pers milik temannya, Ia pergi ke Kars untuk
meliput peristiwa bunuh diri yang akhir-akhir ini marak dilakukan oleh
gadis-gadis muda muslimah berjilbab.
![]() |
Orhan Pamuk |
Peristiwa tersebut menambah kelabu suasana di Kota Kars, yang setelah ditinggalkan oleh Ustmani dan Rusia menjelma menjadi kota miskin, beku dan berlumpur. Kesuraman juga akan semakin terasa bagi siapa saja yang berkunjung ke kota tersebut ketika menyaksikan deretan rumah-rumah Armenia tua yang kebanyakan hampir roboh, dan para pengangguran yang berjejalan di kedai-kedai teh sepanjang hari.
Namun tidak bagi Ka, Kars
menghadirkan kebahagiaan bagi dirinya. Ia jatuh cinta kepada teman lamanya seorang perempuan cantik yang kini tinggal di
Kars, putri pemilik Hotel Istana Salju tempat ia menginap. Bahkan berani
bermimpi akan membawa perempuan itu ke Frankfurt dan hidup berdua dengan
bahagia selamanya (beneran kalimat orang jatuh cinta ini mah).
Ka benar-benar berjuang untuk
mendapatkan kesempatan agar bisa “dekat” dengan Ipek, sampai rela menjadi agen
ganda antara pihak Islamis dan kaum Republiken. Bahkan terseret dalam kudeta
militer kecil-kecilan yang dimotori oleh Sunay Zaim seorang aktor kawakan
pemimpin sebuah kelompok teater yang telah banyak memakan asam garam di dunia
pertunjukan.
Revolusi yang berlangsung di tengah
pertunjukan teater yang pertama kali diliput secara langsung oleh stasiun
televisi di Kars itu, menewaskan beberapa siswa madrasah aliah. Salahsatunya
adalah Necip yang menjadi perantara pertemuan Ka dengan Lazuardi, tokoh islamis
yang paling dicari saat itu.
Dapatkah Ka mendapatkan cintanya
Ipek? Dan berhasil membawanya ke Jerman?
Ajaibnya lagi dibalik keheningan
salju kota Kars, Ka yang selama ini menjadi ateis dan dipandang sebagai pemuja
peradaban Barat oleh golongan Islamis justru merasakan kedekatan dengan Tuhan.
Hal itu diakuinya dengan malu-malu saat bertemu dengan Syekh Saadetin.
Selain itu, Ka yang selama bertahun-tahun tidak bisa menghasilkan karya yang baru. Di Kars,
pria yang tidak pernah menikah ini justru sangat produktif, dalam tiga hari
berhasil menuliskan 19 puisi. Kerennya lagi, Ka tidak usah repot-repot mencari
ide atau inspirasi. Puisi-puisi itu seperti datang sendiri menghampirinya.
Kok bisa ya?
![]() |
Kota Kars Turki Sumber gambar : Trip Advisor |
Setelah Novel Dunia Shopie karyaGaarder, kayaknya saya boleh deh mentasbihkan Novel Snow karya Orhan Pamuk ini
sebagai buku kedua yang memberikan pengalaman membaca yang luar biasa.
Sebenarnya novel ini berkisah tentang percintaan, sebuah tema yang sudah jutaan
atau bahkan miliaran kali diceritakan oleh penulis diseluruh dunia (biar bombastis).
Tapi Orhan Pamuk disini
menghadirkan kisah cinta yang tidak sederhana, bikin marah dan rasanya gimanaaaa
gitu ketika terjadi persaingan antara adik kakak yang memperebutkan cinta laki-laki yang sama. Sampai terlintas dipikiran
“Secakep apa sih dia? Kok sampai segitunya?”
Tambah menggemaskan dan semakin
rumit ketika berkelindan dengan kondisi sosial politik masyarakat Kars yang ketika
itu, masih tergopoh-gopoh dengan berbagai perubahan saat negaranya menjadi
republik. Yang diwarnai berbagai ketegangan dan perlawanan dari masyarakat, salah
satunya ketika ada aturan yang melarang muslimah untuk mengenakan jilbab.
Novel Snow diceritakan dengan
menggunakan sudut orang ketiga (Pov3) dengan alur sandwich alias maju mundur
cantik. Tapi uniknya, kalau biasanya kan pembaca itu mengetahui ending dari
tokoh utamanya itu diakhir cerita. Snow beda teman-teman, penulis sudah
memberitahukan nasib si tokoh utama di sepertiga cerita.
Tapi kerennya penulis tidak membuat
para pembacanya ngambek dan berhenti membaca novel ini. Justru sebaliknya, saya
semakin penasaran ingin membalik halaman demi halaman sampai terakhir yang
ternyata endingnya bikin melongo. Konfliknya itu lho bikin degdegan dan penasaran
tingkat dewa.
Rasanya tidak berlebihan deh pada
sampul depan Tempo memberikan testimoni seperti ini “Snow layak dimasukan dalam
daftar novel-novel terbaik sepanjang masa”
Saya juga jadi mengerti kenapa Asma
Nadia pernah menyarankan kepada peserta kelas pelatihan menulis untuk membaca
karya pemenang Nobel Sastra seperti Orhan Pamuk
yang berhasil meraihnya pada tahun 2006. Cerita yang disajikan emang
keren banget sih lain dari pada yang lain.
Independent memberikan pernyataan
seperti ini untuk Orhan Pamuk “Salahsatu penulis dunia terbaik saat ini”.
Walaupun jujurly novel ini termasuk
berat dengan alur cerita yang lambat dan lumayan tebel, tapi rekomended banget untuk
dibaca. Terus jangan khawatir, meskipun buku yang saya baca ini entah langsung
diterjemahkan dari bahasa Turki atau
dari bahasa Inggris. Tapi pengalihbahasaannya smooth , tidak ada
struktur kalimat yang aneh dan tidak ada typo mengganggu.
Penggambaran tokoh dan suasananya
juga sangat detail, saya lumayan bisa mengimajinasikan cantiknya salju
melayang-layang diudara sebelum menyentuh tanah. Juga dapat merasakan
keresahan, cinta, kecemburuan, ketakutan, kekhawatiran serta kemarahan para
tokohnya.
No comments:
Post a Comment
Komentar anda merupakan sebuah kehormatan untuk penulis.