The
Chronicles of Ghazi The Howling of Wolf, The Eyesight of Edge adalah buku
ketiga dari serial Ghazi karya Felix Y. Siauw dan Sayf Muhammad Isa sebagai
ilustrator. Menghangatkan hariku saat awan tebal membungkus langit dan hujan
tiada henti mengecup punggung bumi seharian.
Jadi
walaupun dingin dan nggak bisa kemana-mana saya enjoy aja menikmati hari.
Karena buku ini mulai dari halaman awal sudah berhasil membangkitkan
kekagumanku. Bagaimana para leluhur kesultanan Turki Ustmani dengan sabar dan
konsisten mewujudkan mimpi dan cita-cita dengan mewariskannya secara turun
temurun. Sehingga dapat membentuk
kepribadian seorang anak begitu luar biasa.
Selain
itu, Felix Y Siauw mengawali kisahnya
dengan bab berjudul bahasa Turkiye Osman Hayali atau Mimpi Usman. Nah
kebetulan saya lagi on going mengikuti serialnya yang diputar di laman
Kayi Family TV. Mimpi Usman, pada serial tersebut digambarkan begitu
mengagumkan, jadi saya semakin kepo bagaimana Felix Y Siauw menarasikan mimpi
tersebut.
Baca Juga : The Chronicles of Ghazi The Rise of Ottoman
The chronicles of Ghazi The Clash of Cross and Crescent
Judul Buku : The Chronicles of Ghazi The Howling of Wolf, The
Eyesight of Edge | Penulis : Felix Y. Siauw dan Sayf Muhammad Isa | Penerbit :
Al- Fatih Fress | Tahun Terbit : 2018, Maret Cetakan 3| Jumlah Halaman ; 359
Halaman |
Pasukan Pembebas Konstantinopel
Vlad
Dracula merasa cemburu ketika adiknya yang bernama Radu lebih sering
berinteraksi dengan Mehmed, Sehzade (pangeran) Kesultanan Turki Usmani,
dibandingkan dengan dirinya. Kemudian anak itu melampiaskan kemarahan dengan cara
memancung kucing peliharaan adiknya.
Menurut
Vlad, yang dilakukan oleh Radu adalah sebuah pengkhianatan terhadap perjuangan
dan Tuhan mereka. Turki Ustmani adalah musuh yang harus dihancurkan dan dilenyapkan
dari muka bumi dan tidak layak menerima kebaikan apapun dari mereka.
Mehmed
marah besar ketika Radu melaporkan kekejaman yang dilakukan oleh kakaknya. Tetapi
alih-alih mengakui kesalahan dan meminta
maaf, Vlad malah menantang duel tanpa ada rasa takut sedikitpun. Karena dimata
Vlad, walaupun Mehmed adalah putra dari penguasa yang selama ini melindungi dan
mendidiknya. Sang Sehzade tidak lebih dari anak cengeng yang selalu berlindung
di belakang jubah sang ayah.
Pertempuran
kedua anak remaja itu pun tidak terelakkan.
Segera saja denting pedang yang beradu, merobek kedamaian suasana pagi
di Akademi Militer Turki Ustmani ( Mekteb i Harbiye).
Pertarungan
berlangsung dengan sengit, Mehmed dan Vlad sama-sama keras kepala tidak ada
yang mau menghentikan duel tersebut. Walaupun Radu berteriak-teriak sambil
menangis sampai tak sadarkan diri.
Mehmed
dan Vlad baru menghentikan ayunan pedangnya setelah Sultan Murad turun tangan.
Sultan begitu marah kepada Vlad sehingga menyuruh penjaganya untuk segera
menangkap Vlad. Sedangkan Mehmed mendapat teguran keras dari ayahnya dan tidak
boleh meninggalkan Mekteb i Harbiye, selama Sultan Murad pergi berperang untuk
menaklukan Wallachia dan seluruh Transylvania yang merupakan pintu gerbang
Kerajaan Hungaria yang menjadi pusat kekaisaran Suci Romawi.
Radu
memohon kepada Mehmed agar kakaknya tidak dieksekusi, karena Vlad adalah
satu-satunya keluarga sedarah yang tersisa di dunia ini. Eh tapi dasar anak
jahat dan tidak berperasaan, setelah dibebaskan dari penjara, perangai Vlad
tidak berubah sama sekali.
Radu
tidak tahan dengan kelakuan kakaknya yang terus menerus menjelekan Mehmed dan
Kesultanan Turki Ustmani. Ia pun dengan lantang menyatakan pilihan hidupnya di
depan Vlad, dengan mengucapkan dua kalimah Syahadat. Mereka pun berpisah jalan
mengikuti keyakinan masing-masing.
Setelah
Vlad pergi, Mehmed berusaha menghibur anak itu dengan berulangkali mengatakan
sekarang dia adalah kakaknya Radu, saudara seiman lebih kuat ikatannya dibandingkan dengan saudara
sedarah. Mehmedpun menjadikan Radu sebagai prajurit yang berada di
bawah komandonya.
Radu
bukan satu-satunya yang mendapat kehormatan itu dari Sehzade Mehmed. Syaikh Qurani
tiba-tiba mengenalkan seorang anak lelaki bermata biru bening yang sangat
tampan. Dia putra dari seorang pendeta Kristen Ortodok yang telah bersyahadat
dan menyatakan keislamannya dihadapan Syaikh Qurani.
Anak
itu sangat cerdas dan terdidik dengan baik, dan luar biasanya lagi Zaghanos ternyata mempunyai impian yang sama
dengan Mehmed. Kok bisa ya? Ada yang tahu jawabannya?
Oleh
karena itu, alim ulama yang nasabnya tersambung kepada Abu Bakar ini meminta
kepada Mehmed agar Zaghanos dijadikan “teman” untuk mewujudkan cita-citanya. Tidak
perlu waktu lama, Mehmed bersama kedua sahabatnya ini menjadi tim solid dalam
mempersiapkan penaklukan Konstantinopel.
Tanpa Menggurui
Saya
salut deh dengan Felix Siauw yang menceritakan sejarah dengan diksi-diksi ringan
yang sangat mudah dipahami dan jadi seru menyimaknya. Dijamin jauh dari bosan
deh membaca buku ini. Recommended banget untuk dibaca oleh berbagai kalangan
usia, bahkan untuk anak-anak sekalipun. Apalagi buku ini juga dilengkapi dengan
gambar-gambar ilustrasi yang sangat relate dengan cerita, pasti mereka
suka.
Diceritakan
dengan alur sandwich alias maju mundur, eh tapi enggak maju mundur banget sih.
Felix Siauw hanya melakukan flashback pada bab awal saja sebagai intro,
selanjutnya diceritakan dengan alur maju (itu namanya gaya bercerita apa ya?).
The
Chronicles of Ghazi The Howling of Wolf, The Eyesight of Edge ini menyajikan
kisahnya secara bercabang. Para pembaca bukan hanya menikmati kisah dari sudut
pandang Muhammad Al-Fatih, juga ikut mengalami pergolakan politik Kekhalifahan Turki Ustmani dalam membebaskan
kerajaan-kerajaan yang berada di wilayah Kristendom. Begitupun langkah-langkah
Vlad Dracula serta Permaisuri Kerajaan Hungaria dalam mewujudkan impian mereka
yang penuh intrik, dingin dan sangat kejam bikin bulu kuduk merinding.
Terus
uniknya lagi , sependek pengalaman membacaku rasanya baru menemukan deh gaya
penulisan seperti ini. Penulis seperti memberikan bocoran tentang apa yang akan
dilakukan si tokoh di masa depan. Kan jadi penasaran banget, pengen ngebut
bacanya.
The
Chronicles of Ghazi The Howling of Wolf, The Eyesight of Edge juga bertabur hikmah
yang bisa diambil pelajaran para pembacanya tanpa menggurui. Salah satunya
adalah pelajaran betapa indahnya saling tolong menolong tanpa harus melihat
identitas dan latar belakang agama.
Seperti
yang diperlihatkan oleh ayahnya Zaghanos seorang pendeta Kristen Ortodok, Philipos, saat
dia menolong Syaikh Qurani dan menjamunya dengan baik. Ketika pengajar Mekteb i
Harbiye itu roda kereta kudanya patah dan kakinya juga terkilir sehingga tidak
dapat meneruskan perjalanan. Dari peristiwa itu juga ada dialog tentang pluralisme yang belakangan ini sering
kudengar dan kadang jadi bikin bingung karena keterbatasan ilmuku. Setelah
menyimak obrolan itu aku jadi mengerti bagaimana harus menyikapinya.
Tapi
yang paling kusuka dari The Chronicles of Ghazi The Howling of Wolf, The
Eyesight of Edge ini saat menceritakan rumahnya Zaghanos. Duh rumah idaman para
books lover banget sih itu mah, aku tuh jadi ngayal pengen punya rumah seperti
itu.
Syaikh
Qurani juga sangat mengaguminya beliau sampai berkata
“Lihat saja rumah ini, kalian berdua mengisi rumah ini dengan ilmu. Buku adalah seperti rumah bagi ilmu, dan rumah kalian ini adalah gudangnya ilmu. Rumah ini jauh lebih baik daripada istana yang megah dan mewah”.
Okh
iya teman-teman buku ini bodynya tidak
terlalu bongsor (kurang dari 400 halaman) dengan ukuran sebesar buku tulis A4, dan
soft cover juga. Jadi friendly banget kalau mau dibawa-bawa untuk menemani hari
dan bisa dibaca saat waktu-waktu luang seperti saat diperjalanan atau pas lagi
antre di bank.
No comments:
Post a Comment
Komentar anda merupakan sebuah kehormatan untuk penulis.