The Dragon Republic
merupakan buku kedua dari Trilogi karya RF Kuang yang bertajuk The Poppy War.
Seri kedua ini kalau dilihat dari jumlah halamannya, paling banyak alias paling
tebel dan menurutku paling seru diantara ketiganya.
Masih diceritakan dari sudut
pandang orang ketiga (Pov3), dengan Rin sebagai pemeran utamanya. Alur cerita
di The Dragon Republic ini cenderung lebih cepat, tidak bertele-tele,
konfliknya berlapis-lapis dan tidak terduga. Banyak hal yang membuat saya
ternganga-nganga.
Saya yang pada awalnya
sempet pesimis bisa melahap The Dragon Republic ini dengan begitu nikmat, soalnya
suka kurang semangat aja kalau baca novel sudah tahu endingnya bakal kemana.
Karena seperti yang diceritakan dalam ulasan sebelumnya, saya keliru justru
membaca jilid tiganya terlebih dahulu yang berjudul The Burning God.
Jadi sueneng banget dan
berterimakasih kepada diri sendiri, tidak kehilangan rasa penasaran dan
semangat untuk menelisik kehidupan Fang Runin pada serial kedua ini. The Dragon
Republic telah menjadi temen yang baik banget dan membuat hari-hariku semakin
berwarna.
Judul Buku : The Dragon Republic (Republik Naga) | Penulis : Rf
Kuang | Alih Bahasa : Angelic Zaizai | Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama |
Tahun Terbit : 2024, Cetakan VI Mei | Jumlah Halaman : 656 Halaman |
Ambisi Yin Vaisra
Rin didera perasaan bersalah
yang luar biasa, setelah membumihanguskan Pulau Busur Panjang dengan bantuan Dewa
Phoenix. Aksinya itu, walaupun berhasil menghentikan perang saudara dan
melumpuhkan kekuatan Mugen yang selama ini menginjak-nginjak harga diri
kekaisaran Nikan. Tetapi memakan korban diluar nurul, semua bentuk kehidupan di
pulau itu tidak bersisa. Hangus terpanggang menjadi abu yang berterbangan
ditiup angin. Kengerian itu ditambah dengan meletusnya gunung api yang maha
dahsyat.
Selain itu, gadis Speer ini
juga harus kehilangan satu-satunya orang Speer yang tersisa selain dirinya
yaitu Altan. Pemuda berkulit lumpur itu bagi Rin sangat spesial, kelihaian
pemuda itu dalam menjatuhkan lawan dan memanggil Dewa Api sudah mempesoananya
sejak mereka masih tercatat sebagai siswa di Akademi Militer Sinegard.
Semua itu seharusnya tidak
terjadi seandainya Maharani Kekaisaran Nikan, lebih cakap memimpin negeri.
Kebijakan Su Daji dianggap oleh Rin dan kebanyakan orang Nikan sebagai tindakan
bodoh yang mengorbankan rakyat dan negaranya dengan keji.
Hal itu membuat kebencian
dan kemarahan kepada Su Daji menggelegak
dalam dirinya, menjadi bahan bakar paling efektif bagi Rin untuk mengeluarkan
api kapan saja tanpa terkendali. Membakar semua yang ada didekatnya, sehingga
gadis itu memerlukan opium atau daun laudanum untuk menenangkan diri. Dosisnya
semakin meningkat dari hari kehari sehingga dia menjadi pecandu berat.
Walaupun dalam keadaan lemah
dan hidup terkatung-katung bersama pasukan Cike, yang kini jumlah anggotanya
bisa dihitung dengan jari. Nama Rin harum ke seluruh antero negeri, sebagai
syaman api yang mempunyai kekuatan lura biasa. Sehingga sangat menarik bagi
orang-orang berduit dan memiliki ambisi menjadikan Rin sebagai fasilitas
militer seperti Yin Vaisra. Panglima
Perang Provinsi Naga yang berada di Pulau Arlong itu rela menukar Rin dengan
setumpuk perak bagi siapa saja yang dapat sedikit “menjinakan” gadis Speer itu.
Rin sendiri sebenarnya tidak
begitu keberatan, ketika dia dan pasukan Cikenya masuk perangkap Moag, gadis
pemimpin bajak laut, sehingga harus ditangkap oleh pasukan Provinsi Naga.
Menurut dia, itu jauh lebih baik daripada luntang-lantung mengejar Su Daji dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari saja mereka sudah sangat susah, apalagi untuk membeli logistik
perang dan menghimpun pasukan.
Penjelasan Yin Vaisra juga
terdengar sangat logis di telinga Rin, laki-laki berkulit pucat itu ingin
merubah bentuk negara Kekaisaran Nikan yang terdiri dari 12 provinsi menjadi
republik. Menurutnya rakyat Nikan akan bersatu jika mereka dapat memilih
pemimpin sesuai dengan keinginannya sendiri. Tidak akan ada lagi perang saudara
dan merekapun dapat hidup dengan tenang dan makmur. (janji khas politisi banget
ya… wkwkwk).
Misi pertama Rin dan anggota
Cikenya setelah resmi menjadi anggota Pasukan Naga adalah menggulingkan kekuasaan
Su Daji. Vaisra menugaskan Rin untuk membunuh Dewi Ular itu pada sebuah
pertemuan yang diadakan di Istana Musim Panas.
Tetapi bukan Su Daji namanya
kalau bisa dilumpuhkan begitu saja oleh anak remaja ingusan walaupun mampu
memanggil Dewa Phoenix kapan saja. Alih-alih Sang Maharani terbunuh, malah Rin
yang terkena segel sehingga dia tidak bisa mengakses sang Dewa apalagi memanggil api.
Rin tanpa api, apalah
gunanya dia? Begitu mungkin yang ada dalam benaknya Jendral Jinzha. Sehingga
Rin pun harus rela turun jabatan menjadi prajurit biasa yang tidak punya privilege
apa-apa. Apalagi mendapatkan kehormatan duduk di dewan perang, untuk
membahas strategi Pasukan Naga.
Apakah Rin dapat kembali
memanggil apinya? Dan bagaimana nasib pasukan cike?
Pertemuan Sahabat
Menyimak sepak terjang Yin
Vaisra pada Dragon Republic, mengingatkanku pada kisah si babi di Animal Farm.
Para binatang berjuang bersama membebaskan
diri dari kekusaan pemilik ternak, tetapi setelah berkuasa kelakukan si babi
tidak jauh beda dengan penguasa sebelumnya.
Begitupun dengan Vaisra, orang-orang
Selatan dan juga Rin yang selama ini menjadi sekutu dan berjuang bersamanya
begitu saja ditinggalkan dengan pongah dan arogan. Karena bangsa Hesperia yang memiliki persenjataan dan perlengkapan
perang yang sangat canggih berupa kapal tempur hebat untuk berperang di lautan,
juga mempunyai pesawat udara dan senapan kopak. Telah menyetujui untuk bekerjasama
dalam mewujudkan impiannya.
Bagi orang-orang Nikan yang
masih berperang dengan menggunakan peralatan tradisional seperti pedang,
lembing, dan panah. Peralatan tempur yang dimiliki oleh bangsa Hesperia
tersebut adalah sesuatu yang tidak mungkin bisa dikalahkan.
Hadeuuuhhh begitulah politik
ya teman-teman. Tidak ada yang abadi selain kepentingan. Miris dan pengen marah
banget saat Yin Vaisra juga menyuruh Rin untuk mau dijadikan objek penelitian
orang-orang Hesperia, karena itu merupakan salah satu butir perjanjian mereka.
Padahal gadis itu trauma banget.
Lebih memilukan lagi isi
perjanjian lainnya adalah semua Syaman yang ada di kekaisaran Nikan harus dimusnahkan. Menurut mereka
Syaman adalah sumber kekacauan.
Tapi tenang RF. Kuang tidak
melulu membuat pembacanya marah dan sedih kok. The Dragon Republic juga
menyajikan kisah manis pertemuan empat orang sahabat alumni Akademi Militer
Sinegard yaitu Rin, Nezha, Kitay dan Venka yang bahu membahu menaklukan musuh
di medan pertempuran. Drama-drama diantara mereka, bikin gemesh dan senyum-senyum sendiri.
Kisah mereka juga semakin
nyandu untuk disimak karena pengalihbahasaannya top banget. Tidak ada struktur
kalimat atau diksi aneh yang biasa didapati saat membaca buku terjemahan.
Minim typo atau hampir tidak ada malah, jadi bacanya nyaman banget. Tidak perlu
maju mundur cantik untuk memahami sebuah kalimat.
Selain itu penulis juga menggambarkan berbagai adegan dan latar belakang tempat dengan cukup detail.
Tapi ada satu yang membuatku kurang bisa membayangkannya dengan baik yaitu saat
Rin mengalahkan Feylen si Syaman Angin, asa rada camplang lah kitu kalau
dalam basa Sunda mah.
Gimana seru kan?
No comments:
Post a Comment
Komentar anda merupakan sebuah kehormatan untuk penulis.