-->
  • Resensi Buku The Chronicles of Ghazi: The Gaze of Ghazi – Kisah Penaklukan Konstantinopel yang Menggetarkan

     

    Resensi Buku The Chronicles of Ghazi: The Gaze of Ghazi – Kisah Penaklukan Konstantinopel yang Menggetarkan



    Bagi pencinta novel sejarah, The Chronicles of Ghazi: The Gaze of Ghazi karya Felix Y. Siauw adalah salah satu buku yang wajib masuk daftar baca. Ini adalah buku kelima dari serial Ghazi yang mengangkat perjalanan epik Sultan Muhammad Al-Fatih dalam menaklukkan Konstantinopel—sebuah peristiwa sejarah besar yang telah diramalkan oleh Rasulullah Saw.

    Dalam artikel ini saya membagikan resensi lengkap, mulai dari sinopsis, kekuatan cerita, nilai sejarah, sampai alasan kenapa buku ini layak kamu baca.


    Identitas Buku

    • Judul: The Chronicles of Ghazi: The Gaze of Ghazi

    • Penulis: Felix Y. Siauw

    • Seri: Ghazi #5

    • Ilustrator: Sayf Muhammad Isa

    • Penerbit: Al-Fatih Press

    • Tahun Terbit: 2017 (Cetakan II)

    • Genre: Historical Fiction / Faksi Sejarah


    Sinopsis Buku: Penaklukan Konstantinopel yang Sudah Dibisyarahkan

    Buku ini mengangkat perjalanan heroik Sultan Muhammad Al-Fatih dalam menaklukkan Konstantinopel—ibu kota Bizantium yang selama lebih dari seribu tahun terlindungi oleh kokohnya Benteng Theodosius.

    Sebagai karya fiksi sejarah (faction), pembaca sebenarnya sudah tahu bagaimana akhir kisah ini. Namun cara Felix Y. Siauw menyajikan alurnya membuat pembaca tetap ingin terus membuka halaman demi halaman. Detail sejarah dipadukan dengan dramatisasi yang proporsional, sehingga ceritanya terasa hidup.

    Kita diajak menyelami suasana batin Muhammad Al-Fatih muda, dinamika politik internal Utsmaniyah, kegelisahan Kaisar Konstantin, dan momen-momen kritis ketika strategi perang harus diambil.


    Perjalanan Menuju Konstantinopel: Semangat dan Kejatuhan Harapan

    Pada 12 Rabiul Awal 867 H (23 Maret 1453), Sultan Al-Fatih menggerakkan ribuan pasukan Turki Utsmaniyah dari Edirne menuju Konstantinopel. Mereka membawa pedang Damascus, meriam raksasa karya Orban, dan ratusan kapal perang yang siap menggempur dari laut.

    Namun kejayaan masa lalu Konstantinopel tidak sepenuhnya hilang. Meskipun ekonominya runtuh dan moral pasukan merosot, benteng kota itu tetap menjadi tembok raksasa yang sulit ditembus. Serangan bertubi-tubi Turki Utsmani tak langsung membuahkan hasil. Meriam sempat meledak, pasukan laut kewalahan melawan galeon musuh, dan jumlah syuhada terus bertambah.

    Di titik kritis ini, pembaca dibuat tegang melihat pergulatan batin Sultan Al-Fatih: lanjut berperang dengan risiko besar, atau mundur seperti saran sebagian penasihat?


    Nasihat Aaq Syamsuddin: Kunci Kemenangan yang Menggetarkan

    Salah satu adegan paling menyentuh dalam buku ini adalah ketika Sultan Mehmed mengurung diri selama dua hari untuk menenangkan hati dan memohon petunjuk Allah. Ia kemudian mengirim surat kepada gurunya, Aaq Syamsuddin.

    Jawaban sang guru sangat menghujam:

    “Kunci kemenangan itu adalah kesabaran dan menggunakan cara yang tidak biasa.”

    Inilah titik balik yang membawa pasukan Turki menemukan strategi tidak biasa—bahkan di luar nalar—yang akhirnya menghantarkan mereka memasuki Konstantinopel.

    (—dan tenang, saya tidak akan memberi spoiler strategi tersebut!)


    Bagaimana Al-Fatih Memperlakukan Penduduk Konstantinopel? – No Genocide

    Setelah bendera Turki Utsmaniyah berkibar di puncak benteng, masyarakat Konstantinopel panik. Mereka berlindung di Hagia Sophia, takut akan pembantaian, terutama setelah pengalaman kelam kaum Muslim pada Inkuisisi Spanyol.

    Namun justru di sinilah keagungan adab perang Islam ditunjukkan.

    Sultan Muhammad Al-Fatih:

    • tidak melakukan pembantaian,

    • tidak mengusir penduduk,

    • melindungi warga yang memilih tetap tinggal,

    • menjamin keselamatan keluarga dan harta mereka,

    • serta tetap menghormati tempat ibadah.

    Felix Y. Siauw menggambarkan adegan ini dengan sangat detail dan menegangkan. Pembaca dibuat penasaran hingga detik terakhir ketika pintu Hagia Sophia dibuka.


    Kelebihan Buku

    1. Kaya Detail Sejarah

    Fakta sejarah disajikan secara akurat dan disertai gambaran suasana yang kuat.

    2. Bahasa Mengalir dan Emosional

    Gaya penceritaan Felix membuat pembaca ikut merasakan ketegangan, harapan, dan keputusasaan para tokoh.

    3. Cocok untuk Pembaca Remaja sampai Dewasa

    Bahasanya ringan, ceritanya menegangkan, dan nilai moralnya kuat.

    4. Menambah Wawasan Sejarah Islam

    Pembaca akan memahami bahwa penaklukan Konstantinopel bukan sekadar perang, tetapi perjalanan spiritual dan peradaban.


    Kekurangan Buku

    ❗ Ilustrasinya lebih sedikit

    Dibanding seri sebelumnya, ilustrasi pada jilid ini terasa lebih minim, padahal biasanya menjadi daya tarik tambahan.


    Apakah Buku Ini Layak Dibaca?

    Sangat layak.
    Terutama jika kamu:

    • suka novel sejarah,

    • suka kisah kepemimpinan dan strategi,

    • ingin mengenal lebih dekat sosok Sultan Muhammad Al-Fatih,

    • atau butuh bacaan yang inspiratif dan penuh nilai.

    Selain itu, buku ini juga cocok untuk pelajar dan mahasiswa yang ingin memahami penaklukan Konstantinopel dengan cara yang lebih mudah dicerna.


    Penutup: Lanjut ke Seri Terakhir!

    Serial Ghazi sebenarnya memiliki enam buku. Namun kisah tentang penaklukan Konstantinopel dan intrik politik yang membalutnya hanya sampai seri kelima ini. Seri terakhir akan mengungkap kemunculan Vlad Dracula di medan perang dan nasib akhir Kaisar Konstantin.

    Dan tentunya… saya penasaran untuk lanjut!

  • You might also like

    No comments:

    Post a Comment

    Komentar anda merupakan sebuah kehormatan untuk penulis.