Setiap hari Sabtu dan Minggu,
saya biasanya olahraga jalan santai bareng suami. Hari Sabtu di jogging track
komplek olahraga Dadaha. Sedangkan hari Minggunya sekalian piknik, kita jalan
santai muterin Situ Gede dan pulangnya makan ikan bakar (Kalau lagi punya uang,
kalau nggak punya uang mah cukup nyium aromanya aja sambil jajan cilok wkwkwk).
Tapi sudah dua pekan, kami tidak ke Situ Gede karena Tasik
diguyur hujan mulai dari dini hari. Walaupun tidak lebat, hujannya awet sampai
pagi menjelang siang. Cuacanya tidak bersahabat
untuk berolahraga, tetapi sangat mendukung untuk rebahan apalagi kalau sambil
nonton film kesukaan. Top markotop dah.
Hayu Kita Nonton
Karena belum bisa move on dari
novel To Kill A Mocking Bird, saya searching dong filmnya demi menuntaskan rasa
penasaran yang tersisa. Walaupun perlu sedikit effort, akhirnya ketemu
juga filmnya dengan kualitas gambar ok yang dilengkapi dengan subtitle Indonesia.
Nonton film yang dirilis pertama
kali pada tanggal 14 Pebruari tahun 1963 di Amerika ini, bener-bener waktu
berasa mundur. Gambarnya masih hitam putih guys. Tapi suasananya jadi dapet
banget, dengan jalan cerita yang menggambarkan kehidupan di Amerika tepatnya di
Maycomb County, sebuah kota fiksi, yang terletak di negara bagian Alabama pada
tahun 1930-an. Jarak waktunya kan belum begitu lama.
Sebagai seorang pembaca, saya
biasanya kalau sehabis nonton film yang diadapatasi dari novel seperti ini
sering kecewa karena penggambarannya tidak sesuai dengan imajinasi. Tapi film
To Kill A Mocking Bird ini, menurutku sukses menggambarkan cerita yang dirajut
oleh Harper Lee dalam novelnya.
Semua bagian-bagian cerita yang
penting tersajikan dengan cukup baik dalam durasi kurang lebih 2 jam sekian
menit. Tidak banyak bolongnya, bahkan saling melengkapi kalau menurutku.
Aku paling suka dengan Atticus
Finch yang diperankan oleh Greggory Peck, rasanya pas banget dengan yang
digambarkan oleh Harper Lee dalam novelnya. Tidak heran si bapak satu ini
berkat actingnya yang ciamik berhasil
menyabet Academy Award.
Begitupun dengan Mary Badham yang
berperan sebagai Jean Louis Finch alias si anak perempuan tomboy Scout dan Philip Alford yang
memerankan Jem Finch. Actingnya juara, nakal-nakalnya mereka alami banget.
Film To Kill A Mocking Bird
menceritakan kehidupan seorang anak bernama Jeans Louise Finch atau lebih femes
dipanggil Scout. Karena ibunya sudah meninggal, Scout tinggal bersama ayahnya
yang berprofesi sebagai pengacara dan kakaknya Jem Finch. Mereka juga memiliki
seorang asisten rumah tangga berkulit hitam yang bernama Calpurnia.
Di lingkungan tempat mereka
tinggal tidak ada anak-anak seusia mereka, tetangganya semua orang dewasa. Jadi
Scout kemana-mana ngintilin Jem, beruntung pada suatu liburan musim panas keponakannya
Mrs Maudie yang bernama Dill datang untuk berlibur.
Mereka pun cepat menjadi akrab,
mengisi liburan panas dengan berbagai permainan yang menyenangkan. Termasuk
ngusilin Boo Radley, anak tetangga yang rumahnya tepat berada di depan rumah
mereka yang tidak pernah menampakan diri. (For your information Boo ini udah
dewasa ya teman-teman)
Berdasarkan cerita-cerita yang didengar
dari tetangganya, Jem dan Scout membayangkan sosok Boo sebagai orang yang
menakutkan. Sehingga kedua anak itu tidak berani melewati Radley Palace, jadi
kalau mau pergi ke sekolah rela
mengambil rute yang lebih jauh.
Dill menantang Jem untuk
mendatangi atau setidaknya masuk halaman rumah keluarga Radley. Sebagai kakak
dan anak paling tua, tentu Jem tidak mau kehilangan muka. Ia pun menerima
tantangan itu dengan penuh percaya diri.
Pas adegan mereka memasuki
halaman rumah Radley ini, degdegan
sekaligus pengen ketawa juga. Penyusupan mereka ketahuan, Mr Radley membawa senjata dan tidak lama
terdengar bunyi tembakan. Pas mau melarikan diri celana anak sulung Finch itu
nyangkut di pagar kawat, jadi dia pulang ke rumah tanpa memakai celana hahahaha.
Karena takut ketahuan Atticus, Jem
nekat kembali ke tempat itu untuk mengambil celananya. Tahukah teman-teman,
anehnya celana anak sulung Finch itu sudah terlipat dengan rapih seperti sudah tahu
bakal ada yang ngambil.
Suatu hari pak hakim menugaskan
Atticus untuk menangani sebuah kasus pemerkosaan. Kasus itu membuat heboh orang
sekampung, karena warga kulit hitam dituduh memperkosa perempuan kulit putih
yang nota bene pada saat itu dianggap mempunyai kelas sosial lebih tinggi dan
terhormat.
Kejadian itu berdampak pada Scout
dan Jem juga, teman-temannya mengolok-olok Atticus sebagai pembela kaum Niger. Scout
tidak mengerti apa yang salah dengan bapaknya? Kenapa tidak boleh membela Tom
Robinson? Ia pun sangat marah sehingga terlibat perkelahian di sekolah.
Ketika pengadilan menggelar
persidangan kasus pemerkosaan itu, tiba-tiba kampung mereka jadi ramai.
Orang-orang banyak berdatangan, dengan menggunakan kendaraan masing-masing.
Nah pas adegan ini, saya jadi
lebih mudeng dengan suasana peradilan yang digambarkan oleh Harper Lee yang
penuh diskriminatif.
Keren banget, film ini menyampaikan
pesan-pesan kemanusiaan dari sudut pandang anak-anak. Ada yang sudah nonton? Atau
baca novelnya?
Menarik ulasannya. Tp aku blm pernah baca ataupun nonton filmnya. Soalnya lbh suka sama drakor dan dracin. Pdhal ini menarik juga, apalagi banyak pesan moralnya
ReplyDeleteAku dah nonton filmnya...jadi pengin re-watch, karena agak-agak lupa karena sudah lama...To Kill a Mockingbird baguuus, mengangkat isu-isu penting seperti rasisme, prasangka, dan ketidakadilan hukum melalui kisah yang menyentuh , toleransi, dan kekuatan keluarga, serta memberikan gambaran tentang perubahan sosial dari perspektif seorang anak-anak di masa lalu
ReplyDeleteAku belum baca ataupun nonton film nya mbaa..bener2 film tempo dulu asli ini yaaa...
ReplyDeleteTapi dari baca review novel maupun film nya ini sepertinya menarik mbaa apalagi jaman dulu rasisme masih begitu kental yaa meskipun sekarangg juga masih ada sie namun setidaknya sudah ada perubahan yaa...penasaran sama endingnya ini ;)
Saya sudah nonton, tapi udah lama banget. Mungkin udah 10 tahun lalu. Ternyata permasalahan rasisme itu sudah lama banget ya. Gregory Peck memang bagus meranin tokoh utama
ReplyDeletesaya dulu pernah beli novel ini tapi lupa apakah selesai membacanya apa tidak. heu. novelnya sendiri sekarang juga nggak tahu nih ke mana nyelipnya. kalau filmnya juga belum pernah nonton mungkin nanti kalau senggang bisa dicari juga nih filmnya
ReplyDeleteNah yaa.. aku juga pembaca novelnya, ka..
ReplyDeleteJadi lumayan bagus nih film To Kill A Mocking Bird?
Hitam putih ngebawa banget suasananya yaa, ka Oemy...
Bagus banget seperti nya film nya ya mbak. Bikin penasaran banget ingin nonton
ReplyDeleteDi awal cerita artikel ini saya langsung dibawa nostalgia ke masa SMP waktu tahun 93 an
ReplyDeleteMain ke Dadaha dari Salawu itu perjuangan banget ...
Saat SLTA saya pindah Cianjur masih suka main karena ada saudara di mitrabatik
Jama dulu belum ada bioskop ya...
Nonton film berdasarkan kisah novel, palagi Aisah lebih dulu baca novel nya emang terasa lebih greget kalo menurut saya...
Pernah baca novelnya, tapi udah lama banget. Baguus. Tapi sudah entah kr mana novelnya, hiks. Belum pernah nonton filmnya, tapi kebayang sih bakal menyentuh juga seperti novelnya...
ReplyDelete