-->
  • Covid-19: Misi Suci Gidivoc

    Covid-19 : Misi Suci Gidivoc

    H
    ari ini, Suriv sangat sibuk membereskan barangnya ke dalam sebuah koper. Masa pendidikannya di Sekolah Komando Strategi Nasional (Sekostranas), kawah candradimuka pembentuk insan yang berkarakter tangguh dan skill di atas rata-rata, telah usai. Dua puluh empat bulan bukanlah waktu yang sebentar untuk belajar dan berlatih keras demi menjadi yang terbaik.

    “Riv… orang tuamu sudah datang?” tanya Vico teman sekamarnya,

    “Belum… katanya masih di jalan,”.

    “Orang tuamu sudah datang Vic?”

    “Orang tuaku sudah datang lengkap dengan delapan abang dan adikku”, terang Vico.

    “Waw… mantap, semoga kita menjadi mahasiswa terbaik tahun ini,” kata Suriv.

    “Aamiin… pasti keluarga kita bangga”, sahut Vico.

    -oo0oo-

    Keesokan paginya, mahasiswa Sekostranas berseragam lengkap, berbaris sesuai dengan jurusan masing-masing menuju Gedung Kaizen tempat dilangsungkannya acara wisuda. Acara wisuda dan pelepasan mahasiswa Sekostranas angkatan XXXVII berlangsung dengan khidmat. Setelah sambutan dari rektor dan pengukuhan wisudawan, tibalah acara yang sangat ditunggu oleh semua mahasiswa yaitu pengumuman mahasiswa dan mahasiswi terbaik.

    Tiba-tiba suasana menjadi hening, ketika Rektor Sekostranas membacakan pengumuman. Suriv merasa tidak percaya ketika ia dinobatkan sebagai mahasiswa terbaik dan mahasiswi terbaiknya adalah Anoroc.

    Kepada dua mahasiswa tersebut. Sekostranas memberikan sebuah misi suci, yang disebut Gidivoc, untuk menyelamatkan bumi yang sedang mengalami kehancuran akibat keserakahan manusia dalam mengeksploitasi alam. Misinya adalah menyadarkan manusia untuk hidup lebih ramah lingkungan.

    -oo0oo-

    Angin bertiup kencang ketika pintu Helikopter AZ-98E Gidivoc Guardian dibuka. Suriv sempat melihat kekhawatiran dalam mata Anoroc sebelum terjun. Suriv meyakinkan temannya dengan mengacungkan jempol dan pada hitungan mundur mereka melayang di udara.

    Suriv dan Anoroc mendarat di pasar Huanan Kota Wuhan yang menjual lebih dari 112 jenis hewan hidup dan dagingnya.

    “Anoroc…. lihat ibu yang sedang membersihkan kelelawar itu?” kata Suriv sambil menunjuk pada seorang perempuan yang mengenakan celemek kumal yang sering mengusap wajahnya.

    “Ok… Aku mengerti,” kata Anoroc.

    “GIDIVOC…”

    “GIDIVOC…”

    “GIDIVOC…” teriak Suriv dan Anoroc untuk memompa semangat.

    Suriv dan Anoroc berlari menuju korban, mereka menempel pada tangan korban sambil menunggu kesempatan untuk masuk melalui jalur pernapasan dan membran mucus di belakang tenggorokan. Mereka akan membajak sistem metabolisme tubuh sehingga menghasilkan duplikasi dirinya dalam jumlah yang sangat banyak dengan waktu singkat. Selanjutnya, mereka memukul habis sistem kekebalan tubuh sehingga manusia yang terinfeksi akan mengalami batuk-batuk, demam, kelelahan, sesak nafas, nyeri dada serta hilangnya kemampuan berbicara atau bergerak.

    Misi suci yang diemban oleh Suriv dan Anoroc menampakan hasil. Seminggu setelah serangan pertama, hampir setengah populasi manusia di bumi terjangkit wabah.

    “Riv kayaknya ada yang salah dengan misi kita ini,” kata Anoroc.

    “Maksudmu apa?”

    “Bukankah tujuan utama misi suci ini hanya untuk mengembalikan kesadaran manusia untuk tidak mengeksploitasi alam? Tetapi kenyataannya, kita telah membunuh jutaan umat manusia,” kata Anoroc histeris.

    “Eh.. . kamu kok ngomong begitu, Misi Gidivoc ini 1000 persen untuk menyelamatkan bumi”, kata Suriv tersulut emosinya.

    “Coba kamu lihat…. dampak yang telah kita perbuat kepada manusia? Kita telah merusak tatanan sosial dan budaya mereka. Manusia sangat menderita karena harus mengurung diri di rumah, tidak saling menyapa, kehilangan pekerjaan, kelaparan, bahkan kehilangan nyawa,” kata Anoroc tertunduk.

    “Benar juga apa yang kamu katakan. Kalau begitu kita harus menemui Professor Ilha Akiteneg, kata Suriv.

    -oo0oo-

    Suasana di gedung riset Professor Ilha, seorang ahli rekayasa genetika, sangat lengang ketika Suriv dan Anoroc tiba. Setelah melaporkan kedatangannya kepada petugas keamanan, mereka diijinkan masuk gedung yang terkenal dengan sistem keamanan super ketat.

    Suriv dan Anoroc langsung menuju lantai 78.

    “Selamat datang… kalian memang luar biasa, tidak salah Sekostranas menobatkan kalian sebagai dua mahasiswa terbaik,” kata Prof Ilha.

    “Kerja kalian excellent … saya bangga… lihatlah hasil kerja kalian. Setengah populasi manusia telah terdampak oleh Misi Gidivoc kita,” lanjutnya sambil menunjuk ke arah layar tv super lebar.

    “Maaf Prof…. sebagai pelaksana misi, cara pandang kita berbeda dalam melihat keberhasilan misi ini,” kata Anoroc.

    “Maksud kalian apa? Setiap hari tim saya selalu memantau kerja kalian. Tingkat polusi udara di bumi menurun drastis dalam waktu singkat, artinya sebentar lagi bumi akan kembali pada titik keseimbangan,” terang Prof Ilha.

    “Tapi akibat misi ini, angka kematian manusia menjadi sangat tinggi,” kata Suriv.

    “Itu hukuman untuk kejahatan mereka”.

    “Tapi Prof…. kalau begini caranya, Kami bukanlah pengemban misi suci tetapi dua monster pembunuh,” kata Anoroc.

    “Pemikiran kalian sudah tercemar pemikiran jahat manusia,” kata Prof Ilha.

    “Sudah An… enggak bakal bener, kita harus menyelesaikannya sendiri,” kata Suriv sambil meninggalkan ruangan itu diikuti oleh Anoroc.

    -oo0oo-

    Selama berhari-hari, Suriv dan Anoroc memikirkan cara untuk menghentikan wabah akibat perbuatannya yang semakin tidak terkendali. Mereka berpikir keras dengan membaca literatur dan mendiskusikannya.

    “An… Aku tahu caranya, Ayo kita pergi ke laboratorium manusia sekarang,” kata Suriv.

    “Mau apa ke sana?”

    “Nanti aku jelaskan,” kata Suriv.

    Suriv dan Anoroc kembali masuk ke dalam tubuh manusia yang telah terinfeksi. Hal ini bertujuan supaya ahli virologi manusia mengambil dirinya sebagai sampel.

    Strategi mereka rupanya berhasil. Seorang ahli virologi mengambil mereka sebagai sampel dan menempatkan mereka di mikroskop elektron.

    “Hei… hei…” kata Suriv mencoba berbicara kepada ahli dengan menggerakan tubuhnya.

    “Hei… maukah aku beritahu cara untuk menghentikan wabah ini?” teriak Anoroc.

    Ahli virologi tampak bingung, tapi ia juga tertarik untuk mengamati makhluk yang bersinar merah itu.

    “Hei… jangan takut… kami yang bicara,” teriak Suriv.

    “Kalian bisa bicara ya,?” tanya pria berkacamata itu.

    “Iya… cara yang paling mudah menghentikan penyebaran wabah ini adalah dengan melemahkan kami berdua,” kata Suriv sambil memperkenalkan diri dan menjelaskan panjang lebar misi suci Gidivoc yang diembannya.

    “Maksud kalian untuk dijadikan vaksin.?

    “Tepat sekali, itu maksud kami,” kata Anoroc.

    Pria tersebut terus berpikir tentang diskusi tersebut. Nama mereka berdua Suriv dan Anoroc, kalau dibalik maka Suriv itu Virus dan Anoroc itu Corona. Hal ini berarti wabah ini dikarenakan serangan Virus Corona yang mematikan bukan serangan bakteri seperti yang tersebar luas di media massa.

    “Baiklah kalau begitu, tetapi prosesnya sangat menyakitkan bagi kalian,” kata ahli itu ragu.

    “Tidak apa-apa … matipun kami rela untuk menghentikan semua kekacauan ini,” kata Suriv dan Anoroc yakin.

    “Baiklah kalau begitu … Saya akan segera membuat vaksinnya. Pengorbanan kalian perlu dihargai, maka saya akan menamakan vaksin ini Gidivoc sesuai dengan misi suci kalian,” kata virolog.

    Suriv dan Anoroc menangis haru mendengar ucapan virolog itu, akhirnya bencana yang mereka sebabkan akan segera berakhir.
  • You might also like

    No comments:

    Post a Comment

    Komentar anda merupakan sebuah kehormatan untuk penulis.