-->
  • Tiga Permohonan

    Gampa Bumi. Doa. Ashabul Kahfi, Goa. Permohonan


    Fajar mulai menyingsing di ufuk Timur, semburat warna jingga menghiasi cakrawala mengiringi pergantian hari. Suara panggilan Illahi menggema dari seluruh masjid yang berada di Pulau Seribu Masjid, Lombok, untuk mengingatkan para penghuninya untuk segera bersujud kepada Sang Illahi.

    Hamzah, seorang pemuda blasteran Indonesia-Turki bertubuh jangkung, berkulit sawo matang, berambut ikal, dan bermata biru terbangun dari tidurnya sambil melantunkan doa kepada Allah Swt yang telah memberikan kesempatan kembali kepadanya untuk menghirup udara subuh yang sejuk.

    Tidak seperti biasanya. Pagi ini, Hamzah merasa suasana begitu hening seakan alam ini mau memberikan bisikan semangat kepada Hamzah untuk segera menghadapkan dirinya di rumah Allah Swt yang biasa dikunjunginya setiap pagi.

    Sesaat ketika Hamzah sampai di masjid, muazin segera berdiri untuk mengumandangkan iqomah sebagai tanda pelaksanaan sholat subuh berjamaah akan segera dimulai. Hamzahpun segera menempati posisi imam sholat berjamaah pada sholat shubuh ini menggantikan Pak Haji Arman yang sedang berada di luar daerah.

    Hamzah melantunkan Surat Al-Fatihah dengan tartil dan penuh penghayatan. Air mata jamaah meleleh membasahi pipi mereka ketika mendengarkan fasihnya bacaan sang imam. Hamzahpun segera melantunkan surat Al-Zalzalah dengan suara yang tidak kalah indah.

    Hamzah menutup sholat berjamaah subuh dengan mengucapkan salam. Setelah melantunkan doa dan dzikir, Hamzahpun segera memimpin doa sebelum dia pulang ke rumahnya.

    Akan tetapi, ketika Hamzah melantunkan doa penutup, tiba-tiba lantai masjid berguncang hebat, lampu gantung berayun cepat, dan semua benda yang ada di masjid ikut bergoncang. Sontak, Hamzah bersama semua orang yang ada di masjid segera berhamburan keluar untuk menyelamatkan diri.

    “Alhamdulillah ya Allah, Engkau telah menyelamatkan kami dari gempa bumi yang baru saja terjadi”, kata Hamzah sambil mengangkat kedua telapak tangannya.

    “Toloooong… tolooong”, teriak seorang anak kecil dari dalam masjid.

    Rupanya ada seorang anak kecil yang umurnya kira-kira lima tahun terpisah dari ayahnya ketika semua jamaah berhamburan dan berdesakan keluar dari masjid. Anak kecil tersebut terjebak di dalam masjid yang pintu keluarnya telah roboh. Suara tangisan anak tersebut semakin kencang ketika dia melihat dinding masjid yang mulai retak-retak.

    Suara tangisan anak kecil itu terdengar jelas oleh Hamzah. Hamzah melirik ke arah jendela untuk melihat dengan pasti keberadaan anak kecil tersebut. Suasana semakin mencekam bagi Hamzah ketika dirinya melihat rak yang berisi Al Qur’an akan menimpa anak tersebut. Tanpa berpikir panjang, Hamzahpun masuk lagi ke masjid dengan cara memecahkan kaca jendela dengan tangannya.

    “Hai…. nak… tenang nak, aku akan menyelamatkanmu!!!’’ teriak Hamzah sambil berlari dengan sekuat tenaga mendekati anak tersebut

    Hamzah dengan cekatan berhasil menahan rak Al-Qur’an yang akan menimpa kepala anak kecil itu.

    “Bangun nak…. segera jauhi tempat ini”, suruh Hamzah kepada anak tersebut.

    Tiba-tiba anak tersebut kembali menjerit lebih keras .

    “Bruuuu……..kkk”,

    Tembok masjid itu runtuh. Kalau saja tidak terhalang rak Al-Quran mungkin mereka sudah tertimpa reruntuhan tersebut.

    “Tenanglah nak… jangan menangis, Allah Swt pasti menyelamatkan kita’’, ucap Hamzah berusaha menenangkan.

    “Siapa namamu Nak….?”, tanya Hamzah

    “Ibrahim kak….”, jawan anak kecil

    Ibrahim memeluk Hamzah dengan kuat karena sangat ketakutan. Dia tidak lagi menangis tetapi hanya isakan yang terdengar lirih. Hamzah membalas pelukannya untuk memberi rasa aman dan nyaman. Akhirnya, anak itu tertidur di pangkuan Hamzah.

    Hamzah terus berdzikir sambil memikirkan cara agar bisa keluar dari reruntuhan masjid ini dengan selamat.

    “Ya Allah selamatkan kami’’, gumam Hamzah.

    Hamzah merasakan suasana sangat hening, dia tidak mendengar lagi suara orang-orang yang berkerumun di depan masjid. Hanya satu yang terdengar di telinganya yaitu suara hembusan angin yang masuk di sela-sela reruntuhan bangunan.

    Sementara itu, pilar-pilar penyangga masjid mulai retak karena goncangan yang sangat besar. Perlahan, retakan tersebut semakin membesar.

    Hamzah melihat jam tangan, waktu telah menunjukkan pukul 18.00.

    “Astaghfirulloh hampir seharian aku terjebak di sini”, kata Hamzah.

    “Kak! Aku haus”, kata Ibrahim.

    “Sabarlah Nak… kita terjebak di bawah reruntuhan masjid, berdzikir aja Insha Allah pertolongan akan segera datang”, kata Hamzah.

    Ibrahim hanya mengangguk mendengar perkataan Hamzah sambil sesekali menelan ludahnya. Hamzah mencoba menggeser posisi duduknya, ia berusaha meluruskan kaki kanannya yang telah mati rasa.

    Tiba-tiba bumi kembali berguncang, gempa susulan yang jauh lebih besar kembali terjadi diiringi suara “kretek……kretek” yang berasal dari tiang-tiang penyangga kubah yang akhirnya patah dan ambruk tanpa ampun. Kubah berwarna emas itu melesat jatuh ke atas reruntuhan yang menutupi mereka.

    Ibrahim kembali menangis dengan keras karena terkejut dan takut. Hamzah berusaha melindunginya dengan memeluk erat tubuhnya sambil terus berdzikir.

    “Laailahaillallah……. laailahaillallah……”

    Mereka terjebak di dalam reruntuhan selama beberapa hari tanpa makan dan minum. Anak itu semakin lemas, dia sudah tidak bisa menggerakkan sedikitpun bagian tubuhnya. Keningnyapun terasa sangat panas ketika Hamzah merabanya.

    Waktu berjalan terasa lambat, pertolongan yang mereka nantikan tidak kunjung datang, sementara anak itu terus merintih kesakitan dan badannya mulai menggigil. Rasa takut mulai menjalari Hamzah, ia semakin khusyu berdoa meminta pertolongan Allah seperti halnya kisah tiga orang pemuda yang terperangkap di dalam gua pada masa pra – Islam yang diceriterakan oleh Rasulullah Saw dalam sebuah Hadist Imam Bukhori dan Imam Muslim. Dalam kisah tersebut mereka dapat selamat dari dalam gua setelah berdoa melalui perantaraan amal sholeh yang telah mereka perbuat dengan benar-benar tulus karena Allah.

    Hamzah berusaha mengingat satu amalan yang benar-benar tulus ia kerjakan karena Allah. Hamzah teringat pada saat dirinya pernah menggendong seorang pengemis tua yang berada dalam kondisi sakit keras dan tergeletak di jalan ke sebuah rumah sakit yang jaraknya cukup jauh. Hamzahpun berusaha merawat pengemis tua tersebut sampai sembuh walaupun dia tidak mengenalnya.

    “Ya Allah jikalau Engkau tahu bahwasanya aku melakukan perbuatan tersebut hanya untuk mengharap ridho-Mu maka berikanlah jalan keluar dari masalah berat ini”.

    Sayup-sayup Hamzah mendengar suara langkah kaki yang mendekat ke tempat mereka tertimbun reruntuhan

    “Terimakasih ya Allah, Engkau telah mendengar doaku…..”, kata Hamzah.

    Tetapi langkah-langkah itu terhenti tanpa dia tahu apa penyebabnya. Hamzah bersyukur karena masih ada harapan dia bisa keluar dari musibah ini.

    “Nak!!! amalan sholeh apa yang pernah kamu lakukan hanya untuk memperoleh ridho Allah”, bisik Hamzah di telinga Ibrahim yang kondisinya semakin lemah.

    “Ayo nak sampaikan….!!!”, desak Hamzah

    “Aku pernah menolong seekor anak kucing yang kakinya hampir putus karena menginjak jebakan tikus dan memberinya seteguk susu untuk menghilangkan rasa dahaganya”, bisik Ibrahim dengan suara yang hampir tidak terdengar.

    “Ya Allah jikalau Engkau tahu bahwasanya anak ini melakukan perbuatan tersebut hanya untuk mengharap ridho-Mu maka berikanlah jalan keluar kepada kami”, kata Hamzah berdoa dalam hatinya.

    Seketika itu terdengar suara linggis memecah reruntuhan di sekitar mereka, Hamzahpun sangat gembira mendengarnya dan ia berteriak dengan mengerahkan semua tenaga yang ia punya.

    “Tolooo……..ng, tolo………ng”, kata Hamzah.

    “Hei…..teman-teman ada korban di sini”, terdengar relawan itu memberitahu kawan-kawannya.

    Para relawan segera menolong Hamzah dan Ibrahim untuk mengevakuasinya ke posko terdekat. Kondisi mereka sangat kritis karena mengalami dehidrasi dalam jangka waktu yang sangat lama.

    “Terimakasih ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengasih dan Maha Pemurah”, bisik Hamzah di dalam hatinya. Setelah itu dia tidak sadarkan diri.

    -----oo0oo-----

    Hamzah mulai siuman dan melihat para relawan hilir mudik masuk ke tenda posko kesehatan tempatnya dirawat.

    “Ya Allah… apa yang terjadi denganku”, kata Hamzah

    “Alhamdulillah, rupanya kamu telah siuman ya Nak… ”, kata pria tua yang berada di samping tempat tidur Hamzah.

    “Kamu telah pingsan selama tiga hari sejak aku menolongmu keluar dari reruntuhan masjid itu”, kata pria tua itu kembali.

    “Terimakasih atas pertolongan Bapak”, kata Hamzah sambil memegang tangan pria tua itu.

    “Dok…. Dokter Rizal…. tidak jauh dari sini ada satu keluarga tertimpa reruntuhan rumahnya dan butuh pertolonganmu”, kata seorang relawan yang berlari menuju pria tua yang membantu Hamzah.

    Dokter Rizal bersama para relawan pergi ke luar posko kesehatan dan berlari menuju tempat yang ditunjukkan oleh relawan tersebut. Tidak berselang lama mereka sudah kembali ke posko kesehatan dengan membawa serta tujuh orang anggota keluarga yang tertimpa rumah.

    Hamzah menangis karena melihat kondisi keluarga tersebut yang sangat memprihatinkan terutama anak bayi yang terlihat bercucuran darah di bagian kepalanya. Hamzah segera ingat kepada Ibrahim yang dia tolong ketika di masjid.

    Hamzahpun segera bangkit dari tempat tidurnya dengan tergopoh-gopoh karena badannya masih lemas.

    “Maaf Pak….. dimana anak kecil yang tertimbun bersama saya waktu itu?” kata Hamzah sedikit sedih

    “Anak yang mana maksudmu…”, kata Dokter Rizal

    “Ibrahim yang tertimbun bersama saya di reruntuhan masjid”, kata Hamzah

    Dokter Rizalpun menyuruh orang untuk mencari keberadaan anak yang dimaksud oleh Hamzah di pusat data korban bencana alam. Akan tetapi, usaha mereka sia-sia karena korban atas nama Ibrahim tidak ditemukan dalam database korban gempa Lombok. Beberapa hari kemudian, Hamzah yang sudah pulih dari sakitnya bergegas mencari keberadaan Ibrahim ditemani oleh beberapa relawan. Mereka mencoba mencari ke posko-posko pengungsian yang tersebar di beberapa tempat di Pulau Lombok.

    Hamzah melihat sangat banyak relawan yang bekerja keras siang dan malam untuk membantu korban bencana gempa yang menimpa Lombok. Dia melihat suasana kekeluargaan dan kebersamaan yang hangat dari para relawan walaupun dia melihat perawakan relawan tersebut sangat beragam.

    “Para relawan ini berasal dari mana saja ya?... apakah mereka berasal dari satu daerah?... atau digerakan oleh suatu organisasi?????”, tanya Hamzah kepada salah satu relawan yang menemaninya.

    “Oh enggak…. kami berasal dari berbagai daerah di Indonesia dengan latar belakang suku, agama, dan golongan yang berbeda-beda. Saya sendiri berasal dari Padang, sementara Pak Riswan ini berasal dari Bandung dan yang lainnya berasal dari Makasar, Yogyakarta, Banjarmasin, Jayapura, Banda Aceh…..”, kata relawan tersebut menjelaskan kepada Hamzah sambil menunjuk ke arah relawan-relawan lainnya.

    “Kami merasa sangat terpanggil apabila ada saudara kami sedang dalam kesulitan…. kita semua adalah saudara Nak…. satu bangsa, satu tanah air, dan satu tumpah darah…..”, kata Pak Riswan ikut menjelaskan.

    “Jadi… siapa kita?” tanya Pak Riswan kepada relawan semuanya

    “Indonesia…. Indonesia….”, kata relawan yang lainnya menjawab dengan serempak

    Hamzah sangat terharu dan merinding mendengar perkataan relawan semuanya. Diapun bertekad untuk ikut serta sebagai barisan relawan ketika suatu saat daerah di Indonesia terkena bencana alam seperti dialaminya.

    ----oo0oo----

    Hamzah terus berusaha untuk mencari Ibrahim walaupun sampai detik ini usaha yang dilakukannya tidak membuahkan hasil sedikitpun. Ketika berada di sebuah posko pengungsian, seorang ibu menceritakan bahwa dirinya pernah melihat seorang anak kecil yang ciri-cirinya sama dengan yang Hamzah gambarkan.

    Menurut keterangan si ibu, anak tersebut dibawa oleh seseorang dengan sebuah mobil menuju ke arah yang berlawanan dengan posko pengungsiaannya. Anak tersebut sebenarnya telah dibawa oleh relawan ke posko perawatan terdekat dari sini tetapi dia juga tidak terlalu memahami alasan pemindahan anak tersebut.

    Hamzah sangat khawatir dengan berita yang barusan saja dia dengar. Dia sering mendengar dari berbagai media massa tentang usaha penculikan anak yang dilakukan oleh seseorang dengan memanfaatkan kegentingan yang dialami oleh masyarakat yang terkena bencana alam di berbagai negara. Suatu saat, Hamzah melihat sebuah siaran televisi swasta nasional yang memberitakan bahwa ada seorang anak korban bencana alam yang sedang berada dalam kondisi kritis di sebuah rumah sakit di Denpasar, Bali. Jantung Hamzah berdegup kencang ketika reporter televisi memperlihatkan wajah anak yang sedang terbaring lemah tersebut.

    Hamzah menangis tersedu-sedu dan berteriak histeris sewaktu anak tersebut berkata lirih “kak…. kak… aku haus kak”. Hamzah yakin sekali bahwa anak itu adalah Ibrahim yang selama ini dia cari dari satu posko ke posko lainnya.

    Dokter Rizal yang sedari tadi memperhatikan Hamzah segera menghampirinya

    “Teman-teman relawan dari Bali akan mengantarkanmu ke rumah sakit itu”, kata Dokter Rizal

    “Terimakasih banyak dok….”, kata Hamzah

    Hamzahpun segera terbang menuju Bali. Sesampainya di rumah sakit itu, Hamzah menangis sambil memeluk Ibrahim yang sering tidak sadarkan diri.

    “Ibrahim…. Ibrahim… Kak Hamzah di sini”, kata Hamzah yang melihat Ibrahim mulai siuman

    “Terimakasih kak…… sesungguhnya pertolongan Allah itu sungguh dekat”, bisik Ibrahim sambil tersenyum dan membuka matanya perlahan.

    “Kita masih punya permohonan terakhir kepada Allah…. Nak”, kata Hamzah berbisik ke telinga Ibrahim. Mintalah untuk Allah sembuhkan segala sakitmu ini.

    “Waktu itu, aku membiarkan kakiku terjepit untuk melindungi kaki Kak Hamzah agar tidak tertindih oleh kayu besar di masjid, semuanya aku lakukan karena Allah. Ya Allah …. aku ingin masuk surga”, katanya sangat lirih. Rupanya Ibrahim memanfaatkan permohonan terakhirnya kepada Allah sambil menghembuskan nafas terakhirnya.

    “Innaalillahi wainna ilaihi ro’jiun”, kata Hamzah dan semua relawan yang menyaksikan kejadian tersebut sambil bersedih dan menangis tersedu-sedu.

    Ibrahim dibawa ke rumah sakit di Denpasar Bali karena kondisinya sangat kritis dan memerlukan peralatan medis canggih yang hanya tersedia di rumah sakit ini. Ibrahim mengalami pendarahan hebat di kepalanya sehingga menyebabkan dirinya harus berada dalam kondisi koma selama berhari-hari.
  • You might also like

    No comments:

    Post a Comment

    Komentar anda merupakan sebuah kehormatan untuk penulis.