Bi Ruh Bi Dam
Nafdika Ya Aqso
Dengan jiwa dengan
raga bebaskan Al- aqso
KITA BANYAK KITA AKAN MENANG
Pesan
itu yang coba disampaikan buku ON PALESTINE, yang dihadirkan atas inisiasi
Frank Barat. Seorang aktivis hak asasi
manusia, Koordinator Russel Tribune on Palestine dan Presiden Palestine
Legal Action Network.
Sebagai
respon atas Perang Gaza pada tahun 2014, yang merenggut ribuan nyawa warga
Palestina dan semakin melebarkan jalan bagi Israel untuk melakukan pengambilan
tanah secara paksa.
Judul Buku : On Palestine | Penulis : Noam Chomsky dan Iian
Pappe Edited by : Frank Barat | Penerjemah : Wisnu Prasetya Utomo | Penerbit :
Bentang Pustaka | Tahun Terbit : 2024, Maret Cetakan Pertama | Jumlah Halaman :
219 |
On
Palestine merupakan buku kedua yang ditulis oleh Frank Barat bekerjasama dengan
Profesor Noam Chomsky dan Ilan Pappe. Tidak seperti buku sebelumnya yang
berjudul Gaza in Crisis: Reflection s on Israel’s Wars Against The
Palestinians.
Walaupun
buku tersebut mendapat audiens luas serta diterjemahkan ke dalam berbagai
bahasa. Frank Barat merasa tidak puas karena tidak terjadi diskusi antara Noam
dan Ilan. Mereka masing-masing hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan Frank Barat melalui Surel.
Oleh
karena itu saat akan menyusun buku ON PALESTINE, Frank Barat mengirimkan Surel
kepada Noam untuk mengajak diskusi secara langsung, walaupun pada awalnya sempat ragu karena
jadwalnya sangat padat. Ternyata ia menyambut positif ajakannya.
Saat
duduk bersama untuk berdiskusi panjang tentang Palestina bersama kedua
sahabatnya. Frank Barat membagi percakapan menjadi tiga bagian yaitu :
1.
Diskusi tentang masa lalu, dengan fokus dalam memahami zionisme sebagai
fenomena sejarah.
2.
Percakapan tentang masa kini, dengan fokus khusus soal keabsahan dan keinginan
untuk menerapkan model apatheid pada Israel dan kemanjuran BDS (Boycott,
Divestment, Sanction) sebagai strategi solidaritas utama bagi rakyat
Palestina.
3.
Perbincangan tentang masa depan membahas pilihan antara solusi dua negara atau
satu negara.
Frank
Barat memandang, ketika berbicara masa lalu Palestina yang diduduki oleh
Israel. Bukanlah masa lalu yang terbentang selama ratusan tahun atau ribuan
tahun, tetapi masa lalu yang tidak terlalu lama yaitu sejak terjadinya
peristiwa Nakba pada tahun 1948.
Pappe
dan Chomsky keduanya sepakat bahwa dalam penyelesaian masalah Palestina tidak
boleh melupakan masa lalu. Mengabaikan masa lalu artinya melupakan masa depan
karena pada masa lalu terdapat aspirasi dan harapan yang harus dihadapi di masa
depan.
Itulah
mengapa kebuntuan masih terus berlanjut, detik-detik kehancuranpun terus
terjadi pada setiap persimpangan sejarah Palestina. karena pihak-pihak yang
terlibat dalam proses perdamaian, atau bisa disebut pihak yang menafsirkan
realitas yang terjadi antara Palestina dan Israel. Mereka juga dengan percaya diri mengaku mempunyai solusi
yang tepat, cenderung kaku dan tidak
berubah selama ini.
Pada
dasarnya, formula perdamaian yang ditawarkan adalah perdamaian yang menekankan untuk
menghapus masa lalu. Menurut para perantara perdamaian, masa lalu yang relevan
adalah saat proses perdamaian itu dimulai. Apapun yang terjadi sebelumnya tidak
dianggap penting. Baik perampasan wilayah, pelanggaran hak asasi, kekerasan
atau genosida sekalipun.
Kata
Noam Chomsky bahasa sederhananya seperti ini “Saya sudah
mendapatkan apa yang saya inginkan, dan kamu lupakan kekhawatiranmu. Saya akan mengambil apa yang saya inginkan”
Tidak
adil banget kan?
Apa Yang Bisa Kita Lakukan ?
Pertanyaan
itu mungkin bergema dalam setiap pikiran orang-orang ketika menyaksikan apa
yang terjadi di Paletina. Sebagai bentuk solidaritas gerakan BDS (Boycott,
Divestment, Sanction) harus tetap dilakukan. Pokoknya jangan kasih kendor.
Karena
Israel dengan segala kejahatan yang dilakukannya tidak segan dicap sebagai negara
Paria yaitu negara yang dikucilkan oleh komunitas dunia selama ada Amerika berdiri
dibelakangnya. Keikutsertaan mereka dalam proses perdamaianpun selama ini
justru untuk melegalkan perbuatan mereka.
Bebaslah
pokoknya. Buktinya selama ini melanggar berbagai resolusi Dewan Keamanan PBB
juga, adem-adem aja tuh.
Jadi
kita sebisanya harus memberikan tekanan kepada pihak pemberi dukungan. Hal ini
dipandang cukup epektif oleh para aktivis, dibandingkan dengan mengharapkan
perubahan dari masyarakat Israelnya sendiri yang telah terdoktrin dengan begitu
kuat.
Kecil-Kecil Cabe Rawit
Buku
On Palestine ini dengan tebal hanya dua ratusan halaman dan desain cover
yang manis, bergambar buah semangka yang diukir mirip kubah. Kalau sepintas
buku ini terlihat seperti novel, soalnya cute banget look-nya.
Eits…
ingat don’t judge book by its cover.
Jangan
salah, diskusi antara Noam Chomsky dan Ilan Pappe yang memotret masalah
Palestina dari berbagai sisi, terus analisa-analisanya keren banget. Membuat orang
awam seperti saya menjadi lebih paham apa yang sebenarnya terjadi.
Tentunya
hal itu terjadi karena pengalihbahasaannya mulus pisan, hampir tidak ada typo.
Tidak ada struktur bahasa yang aneh juga.
Saya
tuh setelah membaca buku ini, jadi malu sendiri. Noam Chomsky, Ilan Pappe dan
Frank Barat yang orang Israel aja, peduli dengan kemerdekaan Palestina. Masa
kita enggak?
No comments:
Post a Comment
Komentar anda merupakan sebuah kehormatan untuk penulis.